Advertisement

TIPS PELAYANAN KESEHATAN: Pembelajaran Daring Bisa Berdampak pada Kesehatan dan Perkembangan Anak

Media Digital
Senin, 21 Juli 2025 - 22:57 WIB
Maya Herawati
TIPS PELAYANAN KESEHATAN: Pembelajaran Daring Bisa Berdampak pada Kesehatan dan Perkembangan Anak dr Rista Ria Febriani, M.Med.Sc, Sp.A, Dokter Spesialis Anak RSJ Grhasia

Advertisement

JOGJA—Pandemi Covid-19 memaksa anak-anak mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), sehingga hidup mereka berubah drastis. Layar gawai menjadi pusat aktivitas belajar, bercampur dengan dunia bermain dan interaksi sosial. Namun, kondisi ini membawa konsekuensi serius bagi tumbuh kembang anak.

Menurut meta analisis global dari 45 studi yang melibatkan lebih dari 335.000 anak (usia rata-rata 9 tahun), screen time rata-rata meningkat dari 2,7 jam sebelum pandemi, menjadi sekitar 4,4 jam per hari selama PJJ.

Advertisement

Data lokal menunjukkan tren serupa, anak-anak sekolah dasar di Indonesia, termasuk di Yogyakarta menghabiskan 4–5 jam sehari di depan layar, jauh melebihi rekomendasi para ahli.

Meningkatnya Risiko Miopia

Jama Network Open (Maret 2025) mempublikasikan penelitian yang menunjukkan setiap tambahan satu jam screen time per hari meningkatkan risiko miopia sebanyak 21%. Temuan ini didukung oleh analisis dari Korea, setelah empat jam screen time, risiko miopia nyaris dua kali lipat dibanding yang tidak pernah memakai layar gawai.

Saat ini, sekitar 36% anak berusia 5–19 tahun telah mengalami miopia, dan diproyeksikan meningkat hingga 40% pada 2050. Mekanismenya kompleks, yakni cahaya buatan dan kerja mata fokus dekat secara terus-menerus memicu pertumbuhan bola mata yang memanjang, khususnya jika dikombinasikan dengan minimnya aktivitas di luar ruangan.

BACA JUGA: Tiga Sekolah Negeri di DIY Diduga Jalankan Praktik Jual Beli Seragam untuk Siswa Baru

Masalah Kognitif dan Bahasa

Paparan layar berlebih juga memengaruhi otak dan bicara anak. Penelitian National Institutes of Health (Februari 2025) menemukan penggunaan gawai lebih dari 7 jam sehari mengakibatkan penipisan korteks, area yang vital untuk fungsi kognitif, bahasa, dan pengambilan keputusan Di Indonesia, penelitian lokal pada anak usia tiga hingga lima tahun menunjukkan rata-rata screen time 3,9–5,1 jam per hari berkaitan signifikan dengan gangguan pola tidur, yang selanjutnya merusak fokus belajar dan emosi. Gangguan bicara, yang kerap disebabkan screen time berlebihan, baik secara langsung maupun karena menggantikan interaksi langsung dan stimulasi verbal orangtua dapat bermanifestasi sebagai gejala autisme dan dapat membaik dengan mengurangi screen time .

Masalah Emosi dan Perilaku

Studi di Indonesia menunjukkan screen time di luar batas meningkatkan risiko tantrum, keterlambatan emosional, hiperaktivitas, dan gangguan perhatian berdasarkan survei potensi tantrum pada anak usia dini, serta kajian melalui Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) pada anak 4–12 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian lokal yang menyatakan screen time tinggi berkaitan signifikan dengan masalah perilaku emosional pada prasekolah.

Strategi Mitigasi dan Rekomendasi Praktis

Berdasarkan pedoman IDAI dan WHO, ada sejumlah strategi mitigasi dan rekomendasi untuk anak-anak agar terhindar dari bahaya miopia, yakni;

0–2 tahun: hindari screen time sebisa mungkin, kecuali video call masih diperbolehkan.

3–5 tahun: maksimal 1 jam per hari

6–12 tahun: 60–90 menit per hari

13–18 tahun: maksimal 2 jam per hari Untuk menjaga kesehatan anak selama penggunaan gawai, disarankan:

  • Rumus “20-20-20”, setiap 20 menit layar, arahkan pandangan sejauh enam meter selama 20 detik
  • Waktu luang di luar ruangan–minimal dua jam per hari untuk mencegah miopia
  • Seleksi konten berkualitas dan pendampingan aktif untuk menjaga stimulasi sosial, verbal, dan perilaku.
  • Buat jadwal seimbang antara waktu layar, istirahat, membaca, bermain, dan tidur.
  • Libatkan sekolah dan puskesmas, dorong jeda nonscreen saat kelas daring dan kampanye kesadaran publik.

Tablet dan laptop saat ini penting dalam pendidikan, namun tugas kita sebagai orang tua, pendidik, dan tenaga kesehatan adalah memastikan perangkat tersebut tidak merusak perkembangan anak. Dengan menerapkan batasan waktu tepat, stimulasi yang tepat, dan pengawasan yang baik, anak-anak Yogyakarta dapat tetap tumbuh sehat, cerdas, dan bahagia dalam dunia yang semakin digital. (Advetorial)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Program Cek Kesehatan Gratis di Bantul Sepi Peminat, Warga Takut Terdeteksi Penyakitnya

Bantul
| Selasa, 22 Juli 2025, 08:57 WIB

Advertisement

alt

Meski Berminyak Wajah Tetap Butuh Pelembab, Ini Penjelasan Dokter

Lifestyle
| Senin, 21 Juli 2025, 19:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement