Advertisement

Haji 2025: Sebuah Catatan Terhadap Pelayanan Jamaah Haji Lansia dan Berkebutuhan Khusus

Penulis adalah Dosen Program Studi Administrasi Publik UNISA Yogyakarta, Jamaah Haji Indonesia 2025 dengan layanan kebutuhan khusus
Senin, 04 Agustus 2025 - 11:37 WIB
Maya Herawati
Haji 2025: Sebuah Catatan Terhadap Pelayanan Jamaah Haji Lansia dan Berkebutuhan Khusus Penulis adalah Dosen Program Studi Administrasi Publik UNISA Yogyakarta, Jamaah Haji Indonesia 2025 dengan layanan kebutuhan khusus.

Advertisement

Musim Haji 2025 bisa dikatakan sebagai musim haji yang sangat spesial karena merupakan pelayanan Haji terakhir yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. Musim Haji 2025 juga moment yang sangat spesial khususnya bagi calon jamaah haji dari kalangan Lansia dan berkebutuhan khusus.

Sebab pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1446 H/2025 M Kementerian Agama RI mengangkat tema “Haji Ramah Lansia dan Disabilitas”. Tema ini tentunya tidak main-main mengingat dari 203.149 Jamaah Haji Indonesia Tahun 2025 sekitar 44.085 jamaah adalah Lansia (21%), dan 472 jamaah adalah penyandang disabilitas (0,23%). Sehingga topik ini akan menjadi harapan besar bagi mereka para lansia dan disabilitas beserta keluarganya yang selama ini was-was dengan rencana perjalanan hajinya.

Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, Lansia dan disabilitas (dalam tulisan ini penulis memilih menggunakan istilah berkebutuhan khusus) sudah selayaknya untuk diutamakan dan diprioritaskan. Karena mereka memiliki sejumlah kerentanan. Apalagi pada pelaksanaan ibadah haji yang notabene adalah ibadah fisik. Namun demikian jangankan pemerintah, Allah SWT yang mengundang mereka berkunjung ke rumahNya pun tidak menghendaki kesukaran dan jangan sampai memberatkan sebagaimana disebutkan dalam QS Al Baqarah ayat 185 dan QS. Al Maidah ayat 6.

Pelayanan khusus dari mulai persiapan keberangkatan, pemberangkatan, pelayanan kedatangan, pelayanan selama menunggu puncak haji, pelayanan pada saat puncak haji, serta pelayanan kepulangan semuanya telah dipersiapkan dengan baik oleh Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Kementerian Agama Republik Indonesia baik PPIH di Indonesia maupun di Arab Saudi.

Namun dalam proses pelaksanaannya tidak semuanya berjalan lancar seperti yang diharapkan. Sejumlah catatan-catatan kecil dari seluruh rangkaian perjalanan ibadah haji tahun 2025 khususnya bagi Lansia dan berkebutuhan khusus terangkum sebagaimana berikut ini.

1. Persiapan keberangkatan
a. Pelayanan Manasik oleh Kementerian Agama
Dalam persiapan menjalankan ibadah haji seluruh calon jamaah haji yang sudah masuk daftar berangkat akan mendapatkan pelayanan manasik oleh Kementerian Agama melalui Kantor Urusan Agama di masing-masing kecamatan. Rangkaian manasik disampaikan selama 5 hari dengan berbagai macam topik. Dari mulai topik Kesehatan hingga bimbingan ibadah selama menjalankan ibadah haji. Namun sayangnya topik khusus yang berisi penjelasan bagaimana mekanisme dan pelayanan teknis bagi calon jamaah haji selama perjalanan dan selama di tanah suci khusus Lansia dan berkebutuhan khusus terlewatkan. Jika topik ini dianggap khusus maka sebetulnya dapat dialokasikan manasik khusus Calon Haji dari kalangan Lansia dan berkebutuhan khusus. Dan akan lebih baik lagi selain bagi calon jamaah dimaksud juga diwajibkan bagi para pendamping dan keluarga.

Kementerian agama melalui kantor wilayah masing-masing sebenarnya telah memproduksi manasik online melalui beberapa platform yang salah satunya juga mengangkat topik tentang layanan jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus. Namun sayangnya masih minim informasi terkait teknis layanan dari mulai persiapan hingga kepulangan. Konten lebih didominasi terkait layanan ibadah selama di Tanah Suci. 

b. Pelayanan Pelunasan
Setiap jamaah haji yang sudah dinyatakan lolos tes Kesehatan (Istitoah) maka diberikan kesempatan untuk melakukan pembayaran pelunasan. Kondisi ini tentunya aman-aman saja bagi jamaah yang memang sudah banyak persiapan jauh-jauh hari. Namun permasalahan muncul ketika Pemerintah membuka kesempatan pelunasan tahap dua bagi calon jamaah haji cadangan. Dimana di dalam daftar jamaah haji cadangan ini ternyata juga terdapat calon jamaah haji dari kalangan kaum rentan.

Sehingga secara teknis mereka tidak memiliki persiapan yang cukup dan matang, baik persiapan kondisi kesehatan, teknis perjalanan dan bimbingan ibadah. Sebab masa pelaksanaan manasik oleh Kantor Urusan Agama sudah lewat. Kecuali mereka mengikuti bimbingan dari KBIHU. Tapi perlu diingat tidak semua calon jamaah haji menjadi jamaah KBIHU. Oleh karena itu akan lebih tepat jika calon jamaah haji cadangan untuk pelunasan tahap dua adalah bagi calon jamaah bukan dari kaum rentan.

2. Pelayanan Pemberangkatan
Keberangkatan adalah saat yang ditunggu-tunggu oleh seluruh calon jamaah haji. Tak terkecuali calon jamaah haji Lansia dan berkebutuhan khusus. Pada tahap ini sejumlah skenario pelayanan untuk jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus telah dirancang sedemikian rupa.

Namun sayangnya ada satu proses yang belum tentu semua jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus siap menghadapinya. Yakni pada proses transfer dari embarkasi ke bandara keberangkatan. Pada proses ini jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus dipisahkan dari pendamping masing-masing. Walaupun hanya sebentar namun sejumlah jamaah khususnya Lansia tidak siap dengan pemisahan ini, rasa khawatir dan takut tampak pada raut wajah mereka. Bahkan ditemukan jamaah yang menangis karena takut menghadapi proses pemeriksaan barang bawaan dan juga pemeriksaan imigrasi. Dilain sisi karena pemahaman yang kurang tentang perjalanan jauh ke luar negeri banyak jamaah Lansia yang membawa barang perlengkapan seperti jaket, bantal leher dan goodybag perbekalan kesehatan yang justru merepotan mereka sendiri ketika proses transfer ke bandara keberangkatan dan tanpa pendamping. 

3. Pelayanan kedatangan di Tanah Suci
Pelayanan di bandara Arab Saudi jauh berbeda dengan pelayanan oleh bandara-bandara di Indonesia. Keterbatasan petugas pendorong kursi roda menjadikan pelayanan jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus terhambat. Bahkan ditemukan satu pendorong kursi roda mendorong dua jamaah sekalian berikut dua koper kecil jamaah. Selain beresiko, kondisi ini tentunya menghambat proses layanan pergerakan jamaah, sehingga waktu tunggu untuk pergerakan menuju bus penjemputan menjadi lebih lama.
Setelah jamaah sampai pada bus yang telah menunggu mereka, kini jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus harus menghadapi kondisi bus penjemputan yang kurang ramah terhadap kondisi mereka.

Akses masuk bus yang cukup tinggi membutuhkan effort lebih agar mereka dapat masuk kedalam bus dengan dibantu oleh petugas. Lagi-lagi pada proses ini jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus belum bisa disatukan dengan para pendampingnya karena beda jalur keluar dari pesawat.

Perjalanan dari bandara ke kota tujuan khususnya Mekkah membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Sehingga toilet menjadi kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan. Sayangnya toilet yang tersedia didalam bus tidak ramah terhadap Lansia dan berkebutuhan khusus. Kondisi toilet yang sangat sempit dan harus turun tangga untuk mengaksesnya sangat mempersulit mereka.

Layanan fastrack yang diharapkan mempercepat proses pelayanan ternyata justru menimbulkan permasalahan baru. Harapan dari layanan ini agar tidak terjadi penumpukan jamaah di area kedatangan. Sehingga setiap jamaah tiba langsung diangkut kedalam bus tanpa memperhatikan basis rombongan. Setiap bus yang sudah penuh akan segera jalan menuju hotel tujuan.

Permasalahannya adalah ketika dalam satu kelompok terbang tersebut dilayani oleh beberapa syarikah sehingga hotel jamaah pun berbeda-beda. Kondisi ini akhirnya menjadikan ketidakefektifan dalam proses pengantaran jamaah. Sebab satu bus bisa mengantarkan pada dua lokasi hotel yang jaraknya tidak dekat. Pada situasi ini jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus harus bersabar karena belum tentu mereka akan diantarkan langsung pada hotel mereka.

Melainkan bisa mampir ke hotel lain karena harus mengantarkan Jamaah lainnya yang berbeda syarikah. Kondisi ini diperparah oleh crew bus yang tidak bisa Bahasa Arab maupun Bahasa Inggris.

4. Pelayanan Bis Sholawat
Tidak semua bus sholawat ramah terhadap jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus. Beberapa bis ditemukan tidak memiliki akses yang baik untuk pengguna kursi roda. Bahkan tidak ada space khusus untuk penempatan kursi roda. Sehingga para pendamping harus melipat kursi rodanya untuk diangkut ke dalam bus. Padahal bus sering sekali penuh pada jam-jam tertentu.

5. Pelayanan pada saat puncak haji
Masa Puncak haji adalah prosesi haji yang sebenarnya. Sejumlah rukun dan kewajiban jamaah harus dijalankan. Pada masa ini banyak tantangan dan ujian kesabaran yang akan dialami oleh jamaah haji. Khususnya bagi jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus. Beberapa catatan atas pelayanan haji 2025 selama di Arofah, Musalifah dan Mina terangkum sebagai berikut.

a. Tenda yang kurang representative. Bagi jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus tenda-tenda yang disediakan di Arofah dan Mina kurang representative dan jauh dari rasa nyaman. Selain over capacity, penempatan jamaah lansia dan berkebutuhan khusus juga tidak diatur dengan baik. Sehingga jamaah lansia dan berkebutuhan khusus harus mencari tempat yang paling nyaman bagi dirinya termasuk akses keluar masuk serta dapat berdekatan dengan pendamping. Kondisi ini diperparah dengan terjadinya masalah double kloter pada sejumlah tenda. Satu tenda yang idealnya ditempati oleh satu kelompok terbang namun harus ditempati juga oleh kelompok terbang lainnya.

b. Tempat tidur yang sangat berhimpitan dan mempersulit ruang Gerak. Setiap jamaah haji mendapatkan fasilitas matras (Kasur lantai) selama di tenda Arofah dan Mina. Namun sayangnya ukuran matras ini sangat minimalis (tepat seukuran badan manusia). Kondisi ini diperparah dengan penataan yang berhimpitan nyaris tidak ada sekat antar jamaah. Sehingga sangat membatasi ruang gerak jamaah ketika telentang ditempat tidur. Dan tantangan terberatnya bagi jamaah lansia dan berkebutuhan khusus ketika mendapatkan tempat tidur tidak dipinggir maka akan kesulitan untuk akses keluar masuknya. Karena benar-benar tidak ada space antar tempat tidur satu dengan yang lainnya.

c. Terbatasnya layanan toilet khusus jamaah Lansia dan Berkebutuhan Khusus. Jumlah toilet selama di Arofah dan Mina sangat terbatas. Dan tidak sebanding dengan jumlah jamaah yang ada. Kondisi ini menyebabkan antrian panjang disetiap saat. Toilet khusus jamaah lansia dan berkebutuhan khusus memang telah disediakan. Namun jumlahnya sangat terbatas (hanya 1 toilet duduk dan 1 toilet disabilitas) pada setiap unitnya. Kondisi ini diperparah dengan kurangnya etika jamaah lain yang lebih sehat kadang harus menyerobot layanan khusus tersebut. Jumlah toilet putra dan putri juga tidak dihitung perbandingannya. Sehingga jamaah haji putri yang notabene pada tahun 2025 jumlahnya lebih banyak sering mengakuisisi sebagian toilet putra.

d. Makanan khusus jamaah Lansia dan berkebutuhan Khusus
Selama puncak haji 2025 di arofah, musdalifah dan mina harus diakui bahwa layanan konsumsi sangat tepat waktu dan melimpah. Namun sayangnya tidak disediakan makanan khusus jamaah lansia dan berkebutuhan khusus. Kondisi ini menjadikan sejumlah jamaah haji khususnya lansia tidak maksimal dalam berkonsumsi. Dampaknya adalah sejumlah haji lansia tumbang karena asupan gizi yang tidak seimbang.

6. Pelayanan kepulangan ke Tanah Air
Pada proses pelayanan ini tidak berbeda jauh dengan pelayanan-pelayanan sebelumnya. Jamaah Haji Lansia dan berkebutuhan khusus tetap mendapatkan prioritas layanan. Bahkan sesekali petugas Kesehatan dan ketua kloter aktif menyambangi jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus selama dalam penerbangan. Sapaan ini sangat berarti untuk para jamaah. Paling tidak akan membuat mereka lebih tenang selama penerbangan.

Advertisement

Melihat keseluruhan proses pelayanan dari hulu sampai hilir penyelenggaraan haji khusus untuk Lansia dan berkebutuhan khusus pada musim Haji 2025 boleh dibilang Kementerian Agama sangat totalitas dalam merencanakannya. Namun sejumlah permasalahan sebagaimana diuraikan diatas masih saja ditemukan dan dirasakan oleh jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus.

Kondisi ini menjadikan pelayananan yang sebelumnya direncanakan sangat ideal menjadi kurang total. Meskipun sejumlah Lansia dan berkebutuhan khusus lebih pasrah dan harus bersyukur atas apa yang diterimanya. Sebab dalam manasik-manasik sebelumnya selalu ditekankan oleh para narasumber bahwa selama menjalankan ibadah haji yang ada adalah "kita harus selalu bersyukur dan bersyukur sekali" atas apa yang kita terima selama menjalankan ibadah haji. Namun demikian kondisi ini tentunya bertentangan dengan kondisi yang dialami, dan justru sebaiknya dapat disampaikan agar dapat menjadi bahan evaluasi. Tulisan ini diharapkan menjadi evaluasi kita bersama baik dari jamaah haji, keluarga jamaah dan juga Pemerintah.

Pelayanan kepada lansia dan berkebutuhan khusus membutuhkan effort lebih khususnya dalam komunikasi, penanganan fisik dan kepercayaan. Unsur-unsur ini identik dengan dimensi quality service yang dikembangkan oleh Parasuraman, di antaranya reliability (keandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (kepastian), empathy(empati), dan tangible (berwujud).

Namun penggunaan dimensi-dimensi ini untuk menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus tidaklah cukup. Pelibatan mereka dalam perbaikan kualitas layanan berikutnya sangat dibutuhkan. Dan kita perlu menanamkan bahwa setiap keluhan bukanlah bentuk ketidaksyukuran, melainkan koreksi dan informasi yang berharga dan harus didengar.

Sayangnya beberapa beberapa pihak sering mendefinisikan bahwa keluhan adalah sebuah bentuk ketidaksyukuran, jamaah harus selalu bersabar karena kita sedang menjadi tamu Allah. Yang pada akhirnya jamaah memilih diam karena khawatir akan keabsahan dari ibadah hajinya yang sudah lama dinantinya. Terlebih jamaah haji Lansia dan berkebutuhan khusus yang harus banyak bersyukur bisa menjalankan ibadah haji. Namun sebenarnya secara tidak kita sadari ini justru membungkam informasi yang dapat memperbaiki kualitas layanan berikutnya.

Pelayanan kepada jamaah haji dari waktu ke waktu harus terus ditingkatkan. Salah satunya dengan mendengarkan apa keluhan mereka dan apa harapannya. Selain itu ketersediaan standar pelayanan sesuai peraturan perundangan dan di-publish kepada seluruh jamaah akan menjadi tool yang fear untuk mewujudkan kualitas pelayanan jamaah haji yang berkelanjutan. (Advetorial)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

Jadwal Bus DAMRI ke Bandara YIA, dari Jogja, Purworejo dan Kebumen, Selasa 5 Agustus 2025

Jadwal Bus DAMRI ke Bandara YIA, dari Jogja, Purworejo dan Kebumen, Selasa 5 Agustus 2025

Jogja
| Selasa, 05 Agustus 2025, 01:17 WIB

Advertisement

IDAI Dorong Inisiatif Peningkatan Pemberian ASI

IDAI Dorong Inisiatif Peningkatan Pemberian ASI

Lifestyle
| Minggu, 03 Agustus 2025, 21:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement