Advertisement
Festival Teater Perempuan Jogja 2025 Hidupkan Sindikat Tuak Perempuan

Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL—Sindikat Tuak Perempuan tampil memukau di Festival Teater Perempuan Yogyakarta 2025, mengusung kisah perempuan dan kritik sosial.
Para pemain teater Sindikat Tuak Perempuan berhasil 'menenggelamkan' para penonton dengan cerita, musik, dan gerak sandiwaranya. Ratusan penonton yang mayoritas Generasi Z tidak beranjak dari bangkunya masing-masing di Auditorium Rendra Teater, Institut Seni Indonesia Jogja, Sabtu (20/9/2025) sejak pukul 19.30 hingga 20.30 WIB. Gelaran ini berlangsung dari 19 hingga 21 September 2025.
Advertisement
Sindikat Tuak Perempuan membuka pertunjukkannya dengan suara gitar bernuansa rock. Iringan musik itu mengiringi belasan pemain teater, yang mayoritas anak muda, memasuki panggung bersama. Secara kompak, mereka menyanyikan lagu tentang perempuan yang seakan mampu memakan segalanya. Geragas.
Segmen demi segmen menggerakkan cerita. Ada cerita tentang pertengkaran suami dan istri karena pekerjaan. Ada pula sosok perempuan yang mengaji hanya untuk pamer di sosial media. Hingga sekelumit adegan yang terlihat seperti pertaubatan, namun justru beberapa detik kemudian para karakter masuk lagi dalam liang dosa.
Penulis dan Sutradara Sindikat Tuak perempuan, Evi Idawati, mengatakan bahwa naskah yang mereka bawakan bercerita tentang suara perempuan yang tersakiti. Evi mengatakan Sindikat Tuak perempuan memberikan gambaran bahwa pertarungan antarperempuan karena keserakahan sanggup meluluh-lantakkan nilai-nilai yang dibangun oleh tatanan masyarakat, agama, pitutur luhur, dan lainnya.
Melalui naskah tersebut, Evi mengajak masyarakat untuk merekonstruksi ulang nilai-nilai kesalehan bagi perempuan. Selama ini, lanjutnya, perempuan yang dianggap saleh adalah perempuan yang memakai kerudung serta hadir di banyak pengajian. Mereka dengan bangga mengunggah kegiatan tersebut di media sosial, hanya untuk mendapat pujian sebagai perempuan yang baik.
"Tapi tingkah laku nyatanya berbanding terbalik dengan apa yang ditampilkannya. Apalagi jika berkaitan dengan job dan harta benda. Kesalehan perempuan diremuk redamkan oleh uang," kata Evi, yang juga penyair dan sastrawan.
Evi melanjutkan, bahwa banyak orang yang tidak menyadari hal tersebut. Maka tidak heran, lanjutnya, apabila masyarakat melihat adanya perbedaan antara citra perempuan di media sosial dengan realitanya. Evi mengatakan bahwa hukum kesalehan di media sosial adalah bersembunyi di dalam kerudung dan baju yang menutupi seluruh tubuh. Tapi ketika mereka dihadapkan pada pertarungan yang berkaitan dengan nilai mata uang, kata Evi, uang satu sen pun akan diambil meskipun bukan milik mereka.
BACA JUGA: Harga Beras Medium dan Cabai Rawit Turun Rerata Nasional
Melalui cerita tersebut, Evi mencoba mengembalikan sebuah dakwaan nyata, bahwa menjadi perempuan bukanlah sibuk dengan emosi yang mengharu biru. "Tetapi melampaui itu semua. Menjadi perempuan adalah menjadi rahim kebaikan. Di sanalah akan tumbuh dan terawat cahaya yang akan mampu menjadi nyala generasi penerusnya," kata Pendiri Komunitas Rumah Sastra Evi Idawati tersebut.
Seusai penampilan Sindikat Tuak perempuan, Evi mengatakan bahwa pertunjukkan ini merupakan satu fase, untuk terus meneriakkan sesuatu yang memang perlu disampaikan. Hal berupa norma, akidah, dan tatanan dalam masyarakat harus selalu diingatkan. Pekerjaan mengingatkan, lanjut Evi, sama dengan membaca. Setelah membaca dan paham isinya, ada kemungkinan akan lupa, maka Evi merasa masyarakat perlu membaca lagi. Teater menjadi salah satu medium membaca ulang nilai-nilai kehidupan.
"Seni bisa menjadi kampanye dan provokasi paling dekat dan langsung ke titik hati. Upaya itu perlu dilakukan terus-menerus," katanya.
Secara sekilas, pemain dan penonton berasal dari kalangan Generasi Z. Evi mengatakan bahwa sedari lirik lagu hingga narasi pemain teater, diupayakan bisa menggetarkan hati. Tujuannya, lanjut Evi, agar para penonton memiliki kesadaran bahwa menjadi perempuan merupakan nilai yang sangat luhur.
"Bagaimana bersikap sebagai perempuan, misal saya katakan pada orang tua mungkin sudah terlambat, tapi pada anak dan remaja, mereka punya waktu untuk berkontemplasi dan merenung serta melakukan perubahan untuk menjadi lebih baik," katanya. (***)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Empat Kuliner Jepang yang Jadi Buruan Wisatawan Dunia
- Gen Z Dorong Tren Wisata 2025, Kuala Lumpur dan Bangkok Jadi Favorit
- Perayaan HUT Kemerdekaan RI, Semarak Merah Putih Berkibar di Candi Prambanan, Borobudur dan Ratu Boko
- Agenda Wisata di Jogja Pekan Ini, 26-31 Juli 2025, Bantul Creative Expo, Jogja International Kite Festival hingga Tour de Merapi 2025
- Sendratari Ramayana Prambanan Padhang Bulan Hadirkan Nuansa Magis Bulan Purnama dan Budaya Jawa nan Sakral
Advertisement

Polisi Bongkar Pembuatan SIM Palsu di Jogja, Tangkap 8 Orang
Advertisement

Dokter China Tanam Paru-paru Babi ke Manusia, Berfungsi 9 Hari
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement