Advertisement
Perajin Jemparingan Kulonprogo Bertahan di Tengah Sepinya Pasar
Joko Triyanto menunjukan gendewa untuk jemparingan yang dibuatnya di rumah, Rabu (29/10/2025). - Harian Jogja - Khairul Ma'arif /
Advertisement
KULONPROGO—Jumlah perajin alat jemparingan kini bisa dihitung jari. Di Kabupaten Kulonprogo terdapat sosok Joko Triyanto yang menjadi perajin jemparingan sejak 2012 silam. Prosesnya belajar secara autodidak hingga akhirnya menimba ilmu di Sriwedari, Surakarta, agar dapat membuat jemparingan yang baik.
Dengan dibantu lima pekerjanya, Joko memanfaatkan halaman rumahnya di Padukuhan Ngulakan, Kalurahan Hargorejo, Kapanewon Kokap, menjadi tempat produksinya. Dalam enam bulan produksi, ia dapat menghasilkan sekitar 20 unit gendewa dan sekitar 25 lusin anak panah karena tidak setiap hari ada pesanan. Pemesanan selalu dilakukan secara inden dan tidak bisa mendadak.
Advertisement
"Pemesanan terjauh sampai Kalimantan Utara, Timur, Toba, Sumba, dan pernah ke Swiss serta Malaysia meskipun melalui perantara," katanya kepada wartawan saat ditemui di rumahnya, Rabu (29/10/2025). Dalam sebulan omzetnya bisa mencapai sekitar Rp15 juta dengan pemasaran melalui Facebook atau dari mulut ke mulut. Joko mengaku jemparingan yang digelutinya tidak hanya sebagai perajin, melainkan juga bagian dari kegiatan mengajar di sembilan sekolah untuk pendidikan karakter siswa melalui jemparingan.
"Pertama saya belajar buat jemparingan autodidak, terus banyak kritik, saran dan masukan, akhirnya saya belajar ke guru besar saya di Sriwedari, Solo, dengan berbagai guru yang saya aplikasikan ke bentuk gaya saya sendiri," ungkapnya.
BACA JUGA
Harga yang dijualnya mulai dari Rp350.000 hingga Rp1,2 juta, tergantung bahan, mutu, dan permintaan pemakainya. Harga tersebut hanya untuk gendewanya saja, tidak termasuk anak panahnya.
"Jenis yang saya bikin dua jenis yakni tradisional berbahan bambu dan kayu untuk olahraga jemparingan gagrak Mataram. Kedua, kami juga membuat prototype panahan prestasi untuk memfasilitasi anak-anak yang baru belajar," tuturnya. Untuk harga anak panah mulai dari Rp400.000 hingga Rp800.000 per lusin. Antusiasme terhadap jemparingan sekarang memang terbilang minim. Joko mengaku selain membuat, juga dapat menerima servis, melatih, hingga mendampingi dan menyelenggarakan event.
Kendala dalam proses pembuatan jemparingan ialah hasil yang tidak selalu bagus dan sesuai, meskipun sudah dibuat sebaik mungkin. Biasanya setelah pemakaian sebentar, kondisi alat jemparingan sudah tidak memadai. Joko menilai hal tersebut terjadi karena bahan baku pembuatan jemparingan berasal dari alam sehingga sifatnya alami. "Bahan baku tidak kekurangan sampai sekarang. Kayu yang dipakai jenis sonokeling, sawo, johar, dan besi," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kulonprogo, Agung Kurniawan, menambahkan perajin jemparingan merupakan potensi budaya lokal yang perlu dirawat dan dilestarikan. Ia menilai jemparingan sudah menjadi ikon budaya Kulonprogo sehingga harus diangkat dan dipublikasikan agar tradisi ini tersebar luas kepada masyarakat. Harapannya dapat diminati dan digeluti banyak kalangan muda. (Advertorial)
BACA JUGA
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia
- GIPI Sebut UU Kepariwisataan Baru Sejarah Kelam, Ini Alasannya
- Thai AirAsia Sambung Kembali Penerbangan Internasional di GBIA
- Cantiknya Bangunan Embung di Dataran Tinggi Dieng
- 5 Tempat Nongkrong sambil Ngopi di Jalan Slamet Riyadi Kota Solo
Advertisement
Advertisement
Sampah Pakaian Berisiko Memunculkan Mikroplastik, Ini Alasannya
Advertisement
Advertisement
Advertisement




