Advertisement
BPD DIY Syariah dan Himbarsi Gelar Sharia Economic Outlook 2026
Direktur Pemasaran dan Usaha Syariah PT Bank BPD DIY, R. Agus Trimurjanto menyampaikan kata sambutan dalam acara Sharia Economic Outlook 2026 di Tara Hotel Yogyakarta, Rabu (29/10 - 2025). Harian Jogja/Anisatul Umah
Advertisement
JOGJA—Bank Pembangunan Daerah (BPD) DIY Syariah bersama Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Himpunan Bank Perekonomian Rakyat Syariah Indonesia (Himbarsi) DIY dan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) DIY menggelar Sharia Economic Outlook 2026 bertajuk “Sustainability Perbankan Syariah di Tengah Ketidakpastian Perekonomian Nasional: Tantangan dan Peluang” di Tara Hotel Yogyakarta, Rabu (29/10/2025).
Direktur Pemasaran dan Usaha Syariah PT Bank BPD DIY, R. Agus Trimurjanto, mengatakan Bank BPD DIY Syariah memiliki tanggung jawab besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui kolaborasi dengan berbagai pihak, salah satunya dengan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS). Ia menyebut sesuai misi Bank BPD DIY, yakni menjalankan fungsi sebagai agen pembangunan yang fokus pada pengembangan sektor UMKM, pertumbuhan ekonomi daerah, dan pelestarian lingkungan.
Advertisement
Ia mengatakan pengembangan ekonomi syariah merupakan tanggung jawab bersama antara perbankan syariah, masyarakat ekonomi syariah, komite syariah, pelaku industri halal, pelaku UMKM, dan pemangku kepentingan lainnya.
Menurutnya, ke depan pengembangan ekonomi syariah, khususnya bank syariah, menghadapi berbagai tantangan seperti digitalisasi. Ia menyebut bank syariah perlu beradaptasi dengan perkembangan ini, di mana kendala yang dihadapi biasanya terkait dengan biaya investasi infrastruktur dan kesiapan sumber daya manusia. Agus mengatakan tantangan lainnya adalah persaingan dengan fintech yang sudah terjadi saat ini.
BACA JUGA
"Kemudian pengelolaan risiko, khususnya risiko pemberian pembiayaan sering kali meningkat sehingga perlu kehati-hatian dan pengelolaan yang baik, termasuk meningkatkan SDM jajaran BPRS," ucapnya.
Ia berpandangan bahwa untuk menghadapi berbagai tantangan ini diperlukan kerja sama jejaring, salah satunya diwujudkan dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) yang dilakukan hari ini antara Bank BPD DIY Syariah dan 14 BPRS se-DIY dan sekitarnya.
Menurutnya, Sharia Economic Outlook 2026 merupakan salah satu upaya perbankan syariah untuk memproyeksikan arah bisnis ke depan. Ia mengatakan hasil kegiatan ini bisa menjadi masukan dalam penyusunan Rencana Bisnis Bank (RBB) 2026.
Lebih lanjut, ia mengatakan tujuannya agar perbankan syariah sukses menghadapi berbagai tantangan di tengah ketidakpastian ekonomi. Ia mengaku optimistis semuanya dapat melalui tantangan ini dengan baik.
"Bank BPD DIY siap menjalin kerja sama dengan Himbarsi untuk mengembangkan layanan. Secara regional, kerja sama ini akan meningkatkan inklusi keuangan di DIY," jelasnya.
Agus mengatakan dalam lima tahun terakhir Bank BPD DIY Syariah mencatat pertumbuhan yang cukup baik. Pada 2020, aset tercatat sebesar Rp1,36 triliun, naik menjadi Rp1,52 triliun pada 2021, Rp1,86 triliun pada 2022, Rp1,91 triliun pada 2023, dan Rp2,14 triliun pada 2024. Hingga September 2025, aset kembali naik menjadi Rp2,15 triliun.
"Kita bisa tumbuh cukup baik meski di kondisi sulit," tuturnya.
Menurutnya, dari sisi Dana Pihak Ketiga (DPK) juga terus tumbuh dari Rp624 miliar pada 2020, menjadi Rp790 miliar pada 2021, Rp825 miliar pada 2022, Rp895 miliar pada 2023, Rp1,12 triliun pada 2024, dan mencapai Rp1,63 triliun hingga September 2025.
Selanjutnya, pembiayaan juga meningkat dari Rp812 miliar pada 2020, Rp839 miliar pada 2021, Rp872 miliar pada 2022, Rp966 miliar pada 2023, Rp1,16 triliun pada 2024, dan Rp1,38 triliun hingga September 2025.
Ia menyebut laba pada 2020 mencapai Rp44 miliar, 2021 Rp53 miliar, 2022 Rp60 miliar, 2023 Rp81 miliar, 2024 Rp97 miliar, dan target tahun ini Rp110 miliar.
"Kami masih UUS, target tahun ini Rp423 miliar. Kalau syariah bisa Rp110 miliar, artinya share-nya sudah 25%, berarti BPD DIY Syariahnya juga tumbuh bagus," jelasnya.
Ketua Himbarsi KPW DIY, Kholid, mengatakan kegiatan ini menjadi bagian dari refleksi atas perjalanan BPRS, khususnya di tahun 2025 yang penuh tantangan. Ia mengucapkan terima kasih kepada Bank BPD DIY Syariah atas dukungan dan kolaborasinya sehingga dalam waktu singkat, kurang lebih satu pekan, Sharia Economic Outlook 2026 bisa digelar.
Menurutnya, kegiatan ini dihadiri seluruh pengurus BPRS se-DIY dan Magelang. Kegiatan ini diperlukan untuk menyamakan persepsi dalam menghadapi tantangan tahun mendatang.
Kepala Divisi Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan OJK DIY, Kurnia Febra, menyampaikan apresiasi kepada Himbarsi DPW DIY yang bekerja sama dengan MES DIY dan BPD DIY Syariah dalam penyelenggaraan Sharia Economic Outlook 2026.
Ia mengatakan tahun 2025 menjadi tahun penting bagi perjalanan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, tak terkecuali di DIY, baik pada sektor perbankan syariah, industri keuangan nonbank (IKNB) syariah, maupun pasar modal syariah. Menurutnya, porsi aset keuangan syariah nasional pada semester I 2025 telah mencapai Rp2.972,95 triliun, dengan kontribusi pasar modal syariah yang tumbuh pesat hingga Rp1.828,25 triliun, diikuti perbankan syariah sebesar Rp967,33 triliun.
"Di wilayah DIY, pada Juli 2025, aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp13,59 triliun atau tumbuh 5,51% yoy dibandingkan Juli 2024. Meskipun terdapat penurunan pada DPK, pembiayaan mengalami pertumbuhan positif sebesar 8,18% yoy," tuturnya.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY, Hermanto, menjelaskan ekonomi syariah di DIY memiliki potensi besar karena mayoritas penduduknya, lebih dari 90%, beragama Islam, ditopang sektor pariwisata, serta didukung Pemerintah Daerah (Pemda) DIY, sehingga ekonomi syariah semakin berkembang.
Ia mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama menggerakkan dan mengembangkan ekosistem ekonomi syariah di DIY, termasuk mendorong produk halal agar rantai pasok halal semakin meningkat.
"Bicara value chain, bisa juga menopang pembiayaan di halal value chain," ungkapnya.
Hermanto mengatakan, terkait literasi dan inklusi keuangan syariah, kondisinya cukup anomali. Secara umum, inklusi keuangan lebih tinggi dibandingkan literasi, namun inklusi keuangan syariah justru lebih rendah dibandingkan literasinya.
"Literasi 39% di 2024, di 2025 43%, sementara inklusi 13%. Biasanya inklusinya lebih tinggi dari literasi. Artinya banyak masyarakat kita yang paham tapi belum menggunakan," lanjutnya. (Advertorial)
BACA JUGA
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia
- GIPI Sebut UU Kepariwisataan Baru Sejarah Kelam, Ini Alasannya
- Thai AirAsia Sambung Kembali Penerbangan Internasional di GBIA
- Cantiknya Bangunan Embung di Dataran Tinggi Dieng
- 5 Tempat Nongkrong sambil Ngopi di Jalan Slamet Riyadi Kota Solo
Advertisement
81.100 WNA Masuk ke DIY Sepanjang 2025, Lalu Lintas di YIA Meningkat
Advertisement
Sampah Pakaian Berisiko Memunculkan Mikroplastik, Ini Alasannya
Advertisement
Advertisement
Advertisement



